Beberapa hari lagi bulan Sya’ban akan
meninggalkan kita dan tibalah Ramadhan, bulan penuh berkah. Sudah
waktunya kita lebih mempersiapkan diri kita secara fisik dan mental agar
di bulan Ramadhan nanti kita bisa memperbanyak ibadah dan amal-amal
shalih kita. Berikut akan kami ketengahkan beberapa hadits-hadits shahih
dan hasan seputar bulan dan puasa Ramadhan yang kami kutip dari
berbagai sumber kitab hadits.
1) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ
أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin
Ayyuub, Qutaibah dan Ibnu Hujr, mereka berkata, telah menceritakan
kepada kami Ismaa’iil -dia adalah Ibnu Ja’far-, dari Abu Suhail, dari
Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika telah datang bulan
Ramadhan maka pintu-pintu surga akan dibuka, pintu-pintu neraka akan
ditutup dan setan-setan akan dibelenggu dengan rantai.”
[Shahiih Muslim no. 1080; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1898]
2) حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ
عَيَّاشٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ
وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ
مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا
بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ
الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ
لَيْلَةٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib
Muhammad bin Al-’Alaa’ bin Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu
Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah,
ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika
telah datang malam pertama di bulan Ramadhan maka setan-setan dan jin
yang jahat akan dirantai, pintu-pintu neraka akan ditutup dan tidak akan
terbuka darinya satu pintupun, pintu-pintu surga akan dibuka dan tidak
akan tertutup darinya satu pintupun, dan seorang penyeru akan
menyerukan, “Wahai para pencari kebaikan, bersegeralah (menuju
kebaikan), wahai para pencari keburukan, berhentilah (dari keburukan),
Allah membebaskan (seorang hamba) dari api neraka pada setiap malam (di
bulan Ramadhan).”
[Jaami' At-Tirmidziy no. 682; Sunan Ibnu Maajah no. 1339] – Sanadnya terdapat ‘illat dari Abu Bakr bin ‘Ayyaasy[1], namun ia hasan lighairihi dengan syawahid. Syaikh Al-Albaaniy menghasankannya dalam Shahiih At-Targhiib no. 998.
3) أَخْبَرَنَا بِشْرُ بْنُ
هِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي
قِلَابَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ
فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ
لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا
فَقَدْ حُرِمَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Bisyr bin
Hilaal, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits, dari Ayyuub,
dari Abu Qilaabah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah datang kepada kalian
bulan Ramadhan, bulan penuh keberkahan. Allah ‘Azza wa Jalla telah
mewajibkan kepada kalian berpuasa didalamnya, di bulan itu pintu-pintu
langit akan dibuka dan pintu-pintu neraka akan ditutup, di bulan itu
setan-setan jahat akan diikat. Demi Allah, di bulan itu ada malam yang
lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa terhalang mendapatkan
kebaikannya maka sungguh ia telah terhalang.”
[Sunan An-Nasaa'iy no. 2106] – Sanadnya mursal jayyid[2].
Akan tetapi ia hasan lighairihi dengan mutaba’at dari hadits yang telah
lewat dan dengan syaahid yang akan datang berikut. Syaikh Al-Albaaniy
menshahihkannya dalam Shahiih At-Targhiib no. 999
4) حَدَّثَنَا أَبُو بَدْرٍ
عَبَّادُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِلَالٍ حَدَّثَنَا
عِمْرَانُ الْقَطَّانُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
دَخَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ
مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلَا
يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلَّا مَحْرُومٌ
Telah menceritakan kepada kami Abu Badr
‘Abbaad bin Al-Waliid, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Bilaal, telah menceritakan kepada kami ‘Imraan Al-Qaththaan, dari
Qataadah, dari Anas bin Maalik, ia berkata, ketika memasuki bulan
Ramadhan maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya bulan ini sungguh telah hadir pada kalian, dan didalamnya
terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa
yang terhalang (mendapat kebaikannya) maka sungguh ia telah terhalang
dari kebaikan, dan tidaklah dihalangi kebaikannya kecuali bagi yang
terhalang (dari kebaikan).”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1644] – Sanadnya hasan. Dihasankan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 1000, beliau berkata “hasan shahih”.
5) حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ
النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا نُوحُ بْنُ قَيْسٍ عَنْ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ
الْجَهْضَمِيِّ عَنِ النَّضْرِ بْنِ شَيْبَانَ الْحُدَّانِيِّ عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ
قُلْتُ لَهُ أَلَا تُحَدِّثُنِي حَدِيثًا عَنْ أَبِيكَ سَمِعَهُ
أَبُوكَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
لَهُ أَقْبَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ رَمَضَانَ شَهْرٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
صِيَامَهُ وَإِنِّي سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِينَ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ
أُمُّهُ
Telah menceritakan kepada kami Suraij bin
An-Nu’maan, telah menceritakan kepada kami Nuuh bin Qais, dari Nashr
bin ‘Aliy Al-Jahdhamiy, dari An-Nadhr bin Syaibaan Al-Huddaaniy, dari
Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, aku (An-Nadhr) berkata kepada Abu Salamah,
ceritakanlah kepadaku hadits dari Ayahmu yang ia dengar dari Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam, Abu Salamah menjawab, (jika) bulan
Ramadhan datang maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang Allah wajibkan kalian untuk berpuasa,
dan aku telah mensunnahkan kaum muslimin untuk shalat malam didalamnya,
maka barangsiapa berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap pahala,
niscaya dosa-dosanya akan keluar (darinya) bagaikan hari ketika ia baru
dilahirkan ibunya.”
[Musnad Ahmad no. 1691] – Sanadnya dha’if[3],
akan tetapi hadits ini hasan lighairihi dengan syawahidnya. Syaikh
Ahmad Syaakir menshahihkannya dalam Ta’liiq Musnad Ahmad 3/142.
6) حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَفِظْنَاهُ وَإِنَّمَا حَفِظَ مِنَ
الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin
‘Abdillaah, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia berkata, kami
telah menghafalnya dan sungguh ia berasal dari Az-Zuhriy, dari Abu
Salamah, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan
keimanan (kepada Allah) dan mengharap pahala maka akan diampuni
dosa-dosanya yang terdahulu, dan barangsiapa yang menegakkan Lailatul
Qadr dengan keimanan (kepada Allah) dan mengharap pahala maka akan
diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2014; Shahiih Muslim no. 761]
7) حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ
مُوسَى أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ أَبِي صَالِحٍ الزَّيَّاتِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي
وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ
أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ
قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ
الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ
وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim
bin Muusaa, telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Yuusuf, dari
Ibnu Juraij, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Athaa’, dari Abu
Shaalih Az-Zayyaat, bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu mengatakan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Semua amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa karena
sesungguhnya puasa adalah untukKu dan Akulah yang akan membalasnya,
puasa adalah taman-taman surga, jika suatu hari salah seorang dari
kalian berpuasa maka janganlah ia berbuat buruk dan mengumpat, jika ada
seseorang yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi, maka katakanlah,
sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di
tanganNya, bau mulut orang yang sedang berpuasa lebih harum di sisi
Allah daripada aroma misik, dan bagi orang yang berpuasa ada dua
kegembiraan yang dengan keduanya ia akan bergembira, yaitu jika ia
berbuka puasa maka ia akan gembira dan jika ia bertemu Rabbnya, ia akan
gembira dengan sebab puasanya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1904; Shahiih Muslim no. 1152]
8) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح
و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح
و حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى
سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ
فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ
أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ
عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ
رِيحِ الْمِسْكِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr
bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyah dan
Wakii’, dari Al-A’masy, -dalam jalur periwayatan yang lain- telah
menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami
Jariir, dari Al-A’masy, -dalam jalur periwayatan yang lain- telah
menceritakan kepada kami Abu Sa’iid Al-Asyaj -dan lafazh miliknya-,
telah menceritakan kepada kami Wakii’, telah menceritakan kepada kami
Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua
amalan anak Adam akan dilipatgandakan (pahalanya), sebuah kebaikan akan
dilipatgandakan dengan sepuluh kali semisalnya hingga tujuh ratus kali
lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa karena
sesungguhnya puasa adalah untukKu dan Akulah yang akan membalasnya,
karena ia telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku. Dan bagi
orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika ia berbuka
puasa dan kegembiraan ketika ia berjumpa dengan Rabbnya, bau mulut orang
yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misik.”
[Shahiih Muslim no. 1153; Sunan Ibnu Maajah no. 1638]
9) حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ
حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ حُيَيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي
عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ
بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ
النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin
Daawud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahii’ah, dari Huyay bin
‘Abdillaah, dari Abu ‘Abdurrahman Al-Hubuliy, dari ‘Abdullaah bin ‘Amr,
bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa dan
Al-Qur’an keduanya akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba di
hari kiamat, puasa berkata, “Wahai Rabb, aku telah mencegahnya dari
makanan dan nafsu syahwat di siang hari, maka izinkan aku memberi
syafa’at padanya,” dan Al-Qur’an berkata, “Aku telah mencegahnya dari
tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafa’at padanya.”
Rasulullah melanjutkan, “Maka keduanya diizinkan memberi syafa’at.”
[Musnad Ahmad no. 6589] – Syaikh Al-Albaaniy menghasankannya dalam Shahiih At-Targhiib no. 984, namun ada pembicaraan dalam sanadnya[4].
10) حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ
وَهَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ قَالَا أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ
عَنْ أَبِي صَخْرٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ إِسْحَقَ مَوْلَى زَائِدَةَ حَدَّثَهُ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ
وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ
الْكَبَائِرَ
Telah menceritakan kepadaku Abu
Ath-Thaahir dan Haaruun bin Sa’iid Al-Ailiy, keduanya berkata, telah
mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, dari Abu Shakhr, bahwasanya ‘Umar
bin Ishaq maulaa Zaa’idah telah menceritakan kepadanya, dari Ayahnya,
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda, “Shalat lima waktu, shalat Jum’at hingga ke Jum’at
berikutnya, dan puasa Ramadhan hingga ke Ramadhan berikutnya, adalah
kaffarat (penebus dosa) apa yang ada diantara keduanya selama ia
menghindari dosa-dosa besar.”
[Shahiih Muslim no. 236]
11) حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي
إِيَاسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ
فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin
Abu Iyaas, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b, telah
menceritakan kepada kami Sa’iid Al-Maqburiy, dari Ayahnya, dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak menahan perkataan keji dan
perbuatan buruk didalamnya, maka Allah tidak butuh (orang itu) menahan
makan dan minumnya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1903; Sunan Abu Daawud no. 2362]
12) حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ
سُلَيْمَانَ، أنا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي سُلَيْمَانُ وَهُوَ ابْنُ
بِلالٍ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَقِيَ
الْمِنْبَرَ، فَقَالَ: ” آمِينَ، آمِينَ، آمِينَ “، فَقِيلَ لَهُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا؟ ! فَقَالَ: ” قَالَ لِي
جِبْرِيلُ: أَرْغَمَ اللَّهُ أَنْفَ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ دَخَلَ رَمَضَانَ
فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ، فَقُلْتُ: آمِينَ.
ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ أَدْرَكَ
وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا لَمْ يُدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، فَقُلْتُ:
آمِينَ.
ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ، ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ، فَقُلْتُ: آمِينَ “
Telah menceritakan kepada kami Ar-Rabii’
bin Sulaimaan, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah
mengkhabarkan kepada kami Sulaimaan -dia adalah Ibnu Bilaal-, dari
Katsiir bin Zaid, dari Al-Waliid bin Rabaah, dari Abu Hurairah bahwa
suatu hari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam naik mimbar dan
beliau bersabda, “Aamiin, aamiin, aamiin.” Ditanyakan kepada beliau,
“Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu mengatakan seperti itu?” Beliau
bersabda, “Jibriil berkata kepadaku, “Semoga Allah menghinakan seorang
hamba yang setelah memasuki Ramadhan, Allah belum mengampuni dirinya.”
Maka aku katakan, “Aamiin.” Kemudian Jibriil berkata, “Terhinalah
seorang hamba yang mendapati kedua orangtuanya masih hidup atau salah
satu dari keduanya akan tetapi tidak dapat membuatnya masuk surga.” Maka
aku katakan, “Aamiin.” Kemudian Jibriil berkata, “Terhinalah seorang
hamba ketika namamu disebut di sisinya, ia tidak bershalawat kepadamu.”
Maka aku katakan, “Aamiin.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah 3/192; Al-Aadabul Mufrad no. 646] – Sanadnya shahih lighairihi. Telah lewat pembahasannya di
Hadits Berma’af-ma’afan di Bulan Ramadhan.
13) أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، أَنَّ ابْنَ وَهْبٍ أَخْبَرَهُمْ،
وَأَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ، عَنْ عَمِّهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ
وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ
سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ، فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي
صَائِمٌ “
Telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin
‘Abdillaah bin ‘Abdil Hakam, bahwasanya Ibnu Wahb mengkhabarkan kepada
mereka, dan telah mengkhabarkan kepadaku Anas bin ‘Iyaadh, dari
Al-Haarits bin ‘Abdurrahman, dari Pamannya, dari Abu Hurairah, ia
berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa
bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum, sesungguhnya puasa
adalah menahan diri dari perkataan dan perbuatan kotor, maka jika ada
seseorang yang menghina atau berbuat bodoh kepadamu, katakanlah,
sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1872; Al-Mustadrak 1/430] – Didalam sanadnya ada paman Al-Haarits[5], dan hadits ini shahih lighairihi dengan syawahidnya. Dishahihkan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Al-Mawaarid no. 741.
14) حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ
زَيْدٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُبَّ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ
لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin
Raafi’, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Al-Mubaarak, dari
Usaamah bin Zaid, dari Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah, ia
berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berapa
banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya
selain rasa lapar, dan berapa banyak orang yang shalat malam namun
tidak mendapatkan apa-apa dari shalat malamnya selain menahan kantuk.”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1690] – Sanadnya hasan. Syaikh Al-Albaaniy berkata “hasan shahih” dalam Shahiih Ibnu Maajah no. 1380.
15) حَدَّثَنَا هَنَّادٌ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي
سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ
مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Telah menceritakan kepada kami Hannaad,
telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahiim, dari ‘Abdul Malik bin Abu
Sulaimaan, dari ‘Athaa’, dari Zaid bin Khaalid Al-Juhaniy, ia berkata,
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang
memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya
pahala yang semisal (orang yang berpuasa) dengan tanpa mengurangi pahala
orang yang berpuasa sedikitpun.”
[Jaami' At-Tirmidziy no. 807] – Sanadnya hasan. Dishahihkan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 1078.
dan dalam lafazh Ibnu Khuzaimah :
” مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا، أَوْ
جَهَّزَ حَاجًّا، أَوْ خَلَفَهُ فِي أَهْلِهِ، أَوْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ
لَهُ مِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أُجُورِهِمْ
شَيْءٌ “
“Barangsiapa mempersiapkan orang yang
berperang, atau mempersiapkan orang yang berhaji, atau menggantikannya
mengurus keluarganya, atau memberi makan untuk berbuka bagi orang yang
berpuasa, maka baginya pahala yang semisal dengan mereka dengan tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1930]
16) حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ
سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ
مَالِكٍ يَقُولُ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ
عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ
فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Hanbal, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, telah menceritakan
kepada kami Ja’far bin Sulaimaan, telah menceritakan kepada kami
Tsaabit Al-Bunaaniy bahwa ia mendengar Anas bin Maalik mengatakan,
“Dahulu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berbuka puasa dengan
beberapa butir kurma muda (ruthb atau kurma basah) sebelum melakukan
shalat (Maghrib). Jika beliau tidak menemukan beberapa kurma muda maka
beliau berbuka dengan beberapa butir kurma matang (tamr atau kurma
kering). Jika beliau tidak menemukannya, maka beliau berbuka dengan
beberapa teguk air.”
[Sunan Abu Daawud no. 2356] – Sanadnya hasan. Dihasankan Syaikh Al-Albaaniy dalam Silsilatu Ash-Shahiihah no. 2840.
17) حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ
مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو
حَازِمٍ عَنْ سَهْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ
فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ
الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ
يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ
غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
Telah menceritakan kepada kami Khaalid
bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Bilaal, ia
berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Haazim, dari Sahl radhiyallahu
‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
“Sesungguhnya didalam surga ada sebuah pintu yang dinamakan Ar-Rayyaan
yang pada hari kiamat akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa dan
tidak akan dimasuki oleh satu orang pun selain mereka. Dikatakan, mana
orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri dan tidaklah ada seorang
pun yang memasuki pintu tersebut selain mereka. Jika mereka telah masuk
maka pintu akan ditutup sehingga tidak ada seorang pun yang bisa
memasukinya lagi.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1896; Shahiih Muslim no. 1154]
18) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
رُمْحٍ الْمِصْرِيُّ أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ
أَبِي حَبِيبٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ أَنَّ مُطَرِّفًا مِنْ بَنِي
عَامِرِ بْنِ صَعْصَعَةَ حَدَّثَهُ
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ أَبِي الْعَاصِ الثَّقَفِيَّ دَعَا لَهُ
بِلَبَنٍ يَسْقِيهِ قَالَ مُطَرِّفٌ إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ عُثْمَانُ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
الصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنْ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْقِتَالِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Rumh Al-Mishriy, telah memberitakan kepada kami Al-Laits bin Sa’d,
dari Yaziid bin Abu Habiib, dari Sa’iid bin Abu Hind bahwasanya
Mutharrif -dari bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah- menceritakan kepadanya bahwa
‘Utsmaan bin Abu Al-’Aash Ats-Tsaqafiy memanggilnya untuk meminum susu
yang ia tuang. Mutharrif berkata, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.”
‘Utsmaan berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Puasa adalah perisai dari api neraka bagaikan
perisai salah seorang dari kalian dalam peperangan.”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1639; Musnad Ahmad no. 15844] –
Sanadnya shahih. Dishahihkan Syaikh Muqbil Al-Waadi’iy dalam Shahiihul
Musnad no. 929, Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 982.
19) أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ
الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا يَحِيَى بْنُ
مَعِينٍ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ، عَنْ شُعَيْبِ بْنِ أَبِي
حَمْزَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي
حُسَيْنٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ
مُرَّةَ الْجُهَنِيَّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه
وسلم، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لا
إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ، وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ
الْخَمْسَ، وَأَدَّيْتُ الزَّكَاةَ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَقُمْتُهُ،
فَمِمَّنْ أَنَا؟ قَالَ: ” مِنَ الصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin
Al-Hasan bin ‘Abdul Jabbaar Ash-Shuufiy, telah menceritakan kepada kami
Yahyaa bin Ma’iin, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam bin Naafi’,
dari Syu’aib bin Abu Hamzah, dari ‘Abdullaah bin ‘Abdurrahman bin Abu
Husain, dari ‘Iisaa bin Thalhah, ia berkata, aku mendengar ‘Amr bin
Murrah Al-Juhaniy berkata, datang seorang lelaki kepada Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wasallam, lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah,
bagaimana menurutmu jika aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak
disembah kecuali Allah, dan engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima
waktu (dalam sehari), aku membayar zakat, aku puasa Ramadhan dan aku
berdiri untuk shalat malam didalamnya, termasuk golongan apakah aku?”
Rasulullah bersabda, “Termasuk golongan Ash-Shiddiqiin dan
Asy-Syuhadaa’.”
[Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3438; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 2064] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy menshahihkannya dalam Shahiih At-Targhiib no. 1003.
20) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ
إِسْمَعِيلَ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ
أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ
بْنِ الْحَارِثِ الْخَزْرَجِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ حَدَّثَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ
كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin
Ayyuub, Qutaibah bin Sa’iid dan ‘Aliy bin Hujr, semuanya dari
Ismaa’iil, Ibnu Ayyuub berkata, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil
bin Ja’far, telah mengkhabarkan kepadaku Sa’d bin Sa’iid bin Qais, dari
‘Umar bin Tsaabit bin Al-Haarits Al-Khazrajiy, dari Abu Ayyuub
Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan haditsnya,
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan
Syawwaal, maka ia bagaikan berpuasa sepanjang masa.”
[Shahiih Muslim no. 1165]
21) حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي
إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ
قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي
السَّحُورِ بَرَكَةً
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin
Abu Iyaas, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul ‘Aziiz bin Shuhaib, ia berkata, aku mendengar Anas
bin Maalik radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya didalam
sahur terdapat keberkahan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1923; Shahiih Muslim no. 1098]
22) حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ
هِشَامٍ الدَّسْتُوَائِيِّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ
عَنْ أَبِي رِفَاعَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ
أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil,
dari Hisyaam Ad-Dastuwaa’iy, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Yahyaa bin Abu Katsiir, dari Abu Rifaa’ah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy,
ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Makan
sahur semua adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya
walaupun salah seorang dari kalian hanya sahur dengan seteguk air,
karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikatNya
bershalawat kepada orang-orang yang sahur.”
[Musnad Ahmad no. 10702] – Sanadnya dha’if[6], namun menjadi hasan lighairihi dengan mutaba’atnya. Dihasankan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 1070.
23) أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ
بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفُضَيْلِ عَنْ دَاوُدَ
بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ جُبَيْرِ
بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ
فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي
السَّادِسَةِ فَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ
اللَّيْلِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ
لَيْلَتِنَا هَذِهِ قَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى
يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا
وَلَمْ يَقُمْ حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا فِي
الثَّالِثَةِ وَجَمَعَ أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ حَتَّى تَخَوَّفْنَا أَنْ
يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ
قُلْتُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ
Telah mengkhabarkan kepada kami
‘Ubaidullaah bin Sa’iid, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al-Fudhail, dari Daawud bin Abi Hind, dari Al-Waliid bin
‘Abdirrahman, dari Jubair bin Nufair, dari Abu Dzar, ia berkata, kami
berpuasa bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pada bulan
Ramadhan dan beliau tidak bangun (shalat malam) bersama kami hingga
tersisa tujuh hari dari bulan tersebut, kemudian beliau shalat bersama
kami hingga berlalulah sepertiga malam, lalu beliau kembali tidak shalat
bersama kami pada (sisa) hari keenam. Beliau shalat bersama kami pada
hari kelima hingga berlalu setengah malam, aku berkata, “Wahai
Rasulullah, bagaimana jika kau jadikan nafilah pada sisa malam ini
bersama kami?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa yang shalat
bersama imam hingga selesai maka akan dicatat oleh Allah pahala shalat
semalam penuh.” Kemudian beliau tidak shalat bersama kami hingga tersisa
tiga hari dari bulan tersebut, dan beliau shalat bersama kami pada
malam ketiga, beliau mengumpulkan keluarganya dan istri-istrinya hingga
kami takut kehilangan al-falaah. Perawi bertanya, “Apakah al-falaah?”
Abu Dzar menjawab, “Yaitu waktu sahur.”
[Sunan An-Nasaa'iy no. 1605; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 2060] – Sanadnya shahih. Syaikh Muqbil Al-Waadi’iy dalam Shahiihul Musnad no. 280 berkata, “Shahih sesuai syarat Muslim.”
24) حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ ح
و حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ
قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ وَمَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ نَحْوَهُ قَالَ
أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ
النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ
جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan,
ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah, ia berkata,
telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus, dari Az-Zuhriy, -dalam jalur
riwayat yang lain- telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Muhammad, ia
berkata, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah, ia berkata, telah
mengkhabarkan kepada kami Yuunus dan Ma’mar, dari Az-Zuhriy yang semakna
dengannya, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Ubaidullaah bin
‘Abdullaah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wasallam adalah orang yang paling lembut dan beliau lebih lembut
lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibriil menemuinya pada setiap malam
bulan Ramadhan untuk mengajarkan beliau Al-Qur’an, dan Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam sungguh lebih lembut daripada angin yang
berhembus.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 6; Shahiih Muslim no. 2309]
25) حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا أَبُو سُهَيْلٍ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
مِنْ رَمَضَانَ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah
bin Sa’iid, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ja’far, telah
menceritakan kepada kami Abu Suhail, dari Ayahnya, dari ‘Aaisyah
radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Kalian carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil dari
sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2017; Shahiih Muslim no. 1170]
26) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
حَاتِمٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ
ابْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَبْدَةَ
وَعَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ سَمِعَا زِرَّ بْنَ حُبَيْشٍ يَقُولُا
سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقُلْتُ
إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ مَنْ يَقُمْ الْحَوْلَ يُصِبْ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَقَالَ رَحِمَهُ اللَّهُ أَرَادَ أَنْ لَا يَتَّكِلَ
النَّاسُ أَمَا إِنَّهُ قَدْ عَلِمَ أَنَّهَا فِي رَمَضَانَ وَأَنَّهَا فِي
الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَأَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ ثُمَّ
حَلَفَ لَا يَسْتَثْنِي أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقُلْتُ
بِأَيِّ شَيْءٍ تَقُولُ ذَلِكَ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ قَالَ بِالْعَلَامَةِ
أَوْ بِالْآيَةِ الَّتِي أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لَا شُعَاعَ لَهَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Haatim dan Ibnu Abu ‘Umar, keduanya dari Ibnu ‘Uyainah, Ibnu Haatim
berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari
‘Abdah dan ‘Aashim bin Abu An-Nujuud, keduanya mendengar Zirr bin
Hubaisy berkata, aku bertanya kepada Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu,
“Sesungguhnya saudaramu, Ibnu Mas’uud mengatakan bahwa barangsiapa yang
shalat malam selama setahun penuh maka ia akan memperoleh Lailatul
Qadr.” ‘Ubay berkata, “Semoga Allah merahmatinya! Ia menginginkan agar
manusia bertawakkal sedangkan ia benar-benar telah mengetahui bahwasanya
Lailatul Qadr ada pada bulan Ramadhan, pada sepuluh hari terakhirnya di
malam kedua puluh tujuh.” Kemudian ‘Ubay bersumpah bahwasanya ia
(Lailatul Qadr) ada pada malam kedua puluh tujuh. Aku (Zirr) bertanya,
“Dengan apakah kau mengatakan itu wahai Abul Mundzir?” ‘Ubay menjawab,
“Dengan tanda-tanda yang telah dikhabarkan Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wasallam kepada kami bahwa pada hari itu matahari terbit dengan
sinarnya yang tidak menyengat.”
[Shahiih Muslim no. 1171]
27) حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ عَنْ حُمَيْدٍ قَالَ قَالَ أَنَسٌ
حَدَّثَنِي عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ قَالَ
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِيُخْبِرَ النَّاسَ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ فَتَلَاحَى رَجُلَانِ مِنْ
الْمُسْلِمِينَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ فَتَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ وَإِنَّهَا رُفِعَتْ
وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ
وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad,
telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al-Mufadhdhal, dari Humaid, ia
berkata, Anas berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Ubaadah bin
Ash-Shaamit, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar
untuk mengkhabarkan kepada manusia mengenai Lailatul Qadr, akan tetapi
ada dua orang laki-laki dari kaum muslimin sedang berselisih. Maka Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku keluar untuk mengkhabarkan
kepada kalian akan tetapi fulaan dan fulaan saling berselisih sehingga
diangkatlah kembali (Lailatul Qadr tersebut) dan aku berharap hal itu
lebih baik bagi kalian, maka carilah ia pada malam kedua puluh sembilan,
dua puluh tujuh atau dua puluh lima.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 6049; Musnad Ahmad no. 22256]
28) حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي يَعْفُورٍ عَنْ أَبِي
الضُّحَى عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ
الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin
‘Abdillaah, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Abu Ya’fuur,
dari Abu Adh-Dhuhaa, dari Masruuq, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, ia
berkata, “Dahulu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam jika telah memasuki
sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) maka beliau mengencangkan
sarungnya, beliau menghidupkan malam-malamnya (dengan ibadah) dan beliau
membangunkan keluarganya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2024]
29) حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ
حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْهَادِ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوْسَطِ مِنْ رَمَضَانَ فَاعْتَكَفَ عَامًا
حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَهِيَ اللَّيْلَةُ
الَّتِي يَخْرُجُ مِنْ صَبِيحَتِهَا مِنْ اعْتِكَافِهِ قَالَ مَنْ كَانَ
اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفْ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ وَقَدْ أُرِيتُ
هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا وَقَدْ رَأَيْتُنِي أَسْجُدُ فِي
مَاءٍ وَطِينٍ مِنْ صَبِيحَتِهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ
الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ فَمَطَرَتْ السَّمَاءُ
تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَكَانَ الْمَسْجِدُ عَلَى عَرِيشٍ فَوَكَفَ
الْمَسْجِدُ فَبَصُرَتْ عَيْنَايَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ الْمَاءِ وَالطِّينِ مِنْ صُبْحِ
إِحْدَى وَعِشْرِينَ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil,
ia berkata, telah menceritakan kepadaku Maalik, dari Yaziid bin
‘Abdillaah bin Al-Haad, dari Muhammad bin Ibraahiim bin Al-Haarits
At-Taimiy, dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
dahulu beri’tikaf pada sepuluh malam pertengahan Ramadhan dan
orang-orang mengikutinya, hingga apabila sampai pada malam kedua puluh
satu yaitu malam beliau kembali ke tempat i’tikafnya, beliau bersabda,
“Barangsiapa yang telah beri’tikaf bersamaku maka hendaklah ia
melanjutkan i’tikafnya hingga sepuluh hari terakhir, dan sungguh aku
telah melihat malam (Lailatul Qadr) ini namun kemudian aku melihat
diriku terlupa mengenainya, maka carilah ia pada sepuluh malam terakhir
dan carilah pada malam-malam yang ganjil.” Pada malam itu langit
menurunkan hujan, pada waktu itu bagian atap masjid masih terbuat dari
dedaunan hingga airnya menetes. Kemudian mataku melihat Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam pada dahinya ada bekas air dan lumpur di
waktu subuh pada malam kedua puluh satu.
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2027; Shahiih Muslim no. 1167]
30) حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ
يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ
يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ
أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ
مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى رِجَالٌ
بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ بِذَلِكَ فَاجْتَمَعَ
أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ
النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ
اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا
كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ فَلَمْ
يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُولُونَ الصَّلَاةَ فَلَمْ يَخْرُجْ
إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى
خَرَجَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى
النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَّدَ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ
عَلَيَّ شَأْنُكُمْ اللَّيْلَةَ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ
عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin
Yahyaa, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah bin Wahb, telah
mengkhabarkan kepadaku Yuunus bin Yaziid, dari Ibnu Syihaab, ia berkata,
telah mengkhabarkan kepadaku ‘Urwah bin Az-Zubair bahwa ‘Aaisyah
mengkhabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
pernah keluar di tengah malam (bulan Ramadhan) kemudian beliau shalat
malam di masjid, lalu shalatlah beberapa orang laki-laki mengikuti
beliau. Maka orang-orang saling menceritakan kepada yang lainnya
mengenai hal tersebut sehingga banyak dari mereka yang berkumpul. Pada
malam yang kedua, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kembali
keluar dan shalat bersama mereka dan orang-orang pun menyebutkan
mengenai hal tersebut hingga pada malam yang ketiga jama’ah masjid
semakin bertambah banyak dan Rasulullah keluar dan kembali shalat
bersama mereka. Hingga pada malam keempat, masjid menjadi penuh oleh
jama’ah namun Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak keluar
kepada mereka, seorang lelaki dari jama’ah tersebut berseru, “Shalat!”
Akan tetapi beliau tidak juga keluar hingga beliau keluar untuk shalat
Fajr. Ketika beliau usai shalat Fajr, beliau menemui mereka, kemudian
mengucapkan syahadat, beliau bersabda, “Amma ba’d, sesungguhnya tidak
ada kekhawatiran dalam diriku mengenai kalian semalam, akan tetapi aku
mengkhawatirkan hal itu (shalat malam) akan diwajibkan atas kalian, maka
kalian tidak mampu melaksanakannya.”
[Shahiih Muslim no. 763; Shahiih Al-Bukhaariy no. 2012][7]
31) حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ عَنِ امْرَأَةٍ مِنْ
بَنِي أَسَدِ بْنِ خُزَيْمَةَ يُقَالُ لَهَا أُمُّ مَعْقِلٍ قَالَتْ
أَرَدْتُ الْحَجَّ فَضَلَّ بَعِيرِي فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اعْتَمِرِي فِي شَهْرِ
رَمَضَانَ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي شَهْرِ رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdurrazzaaq, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari
Az-Zuhriy, dari Abu Bakr bin ‘Abdurrahman bin Al-Haarits bin Hisyaam,
dari seorang wanita yang berasal dari bani Asad bin Khuzaimah yang
dipanggil Ummu Ma’qil, ia berkata, aku ingin pergi haji akan tetapi aku
menginginkan menaiki onta maka aku bertanya kepada Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Pergilah umrah pada
bulan Ramadhan karena sesungguhnya umrah pada bulan Ramadhan pahalanya
bagaikan pergi haji.”
[Musnad Ahmad no. 26742; Sunan An-Nasaa'iy Al-Kubraa no. 4213] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy berkata dalam Al-Irwaa’ 3/374, “Sanadnya shahih sesuai syarat Asy-Syaikhain.”
32) حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah
bin Yuusuf, telah mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari Abu Haazim,
dari Sahl bin Sa’d bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka puasa.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1957; Shahiih Muslim no. 1100]
33) أَخْبَرَنَا ابْنُ خُزَيْمَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي صَفُوَانَ الثَّقَفِيُّ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا
سُفِيَانُ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي
مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ “، قَالَ: وَكَانَ النَّبِيُّ
صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ صَائِمًا أَمَرَ رَجُلا فَأَوْفِي عَلَى
شَيْءٍ، فَإِذَا قَالَ: ” غَابَتِ الشَّمْسُ “، أَفْطَرَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu
Khuzaimah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Shafwaan
Ats-Tsaqafiy, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdiy,
telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Abu Haazim, dari Sahl bin
Sa’d, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Umatku senantiasa berada di atas sunnahku selama mereka tidak menunggu
munculnya bintang untuk berbuka puasa.” Sahl melanjutkan, “Dahulu, Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wasallam jika berpuasa maka beliau memerintahkan
seorang laki-laki menyediakan sesuatu (sebagai hidangan untuk berbuka),
dan jika diserukan, “Matahari telah tenggelam,” maka beliau berbuka.”
[Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3510] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy menshahihkan dalam Shahiih At-Targhiib no. 1074.
34) حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ سَعْدَانَ الْقُمِّيِّ عَنْ
أَبِي مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي مُدِلَّةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ
وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ
فَوْقَ الْغَمَامِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ
الرَّبُّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Kuraib, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Numair, dari
Sa’daan Al-Qummiy, dari Abu Mujaahid, dari Abu Mudillah, dari Abu
Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tiga orang yang do’a mereka tidak akan ditolak yaitu do’a orang yang
berpuasa hingga ia berbuka, do’a imam (pemimpin) yang ‘adil dan do’a
orang yang dizhalimi. Do’a mereka akan dinaikkan Allah ke atas awan dan
pintu-pintu langit akan dibukakan atasnya, Rabb berfirman, “Demi
kemuliaanKu, Aku akan menolongmu walaupun beberapa saat kemudian.”
[Jaami' At-Tirmidziy no. 3598; Sunan Ibnu Maajah no. 1752; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1793; Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3428] – Sanadnya hasan[8]. Dishahihkan Al-Haafizh Siraajuddiin Ibnul Mulqin dalam Al-Badrul Muniir 5/152.
Selain hadits-hadits diatas, masih banyak
lagi hadits-hadits shahih atau hasan lainnya yang karena keterbatasan
tempat dan waktu, maka kami tidak bisa mengutipnya. Oleh karena itu kami
mencukupkan diri dengan hadits-hadits diatas dan bahwasanya mereka
adalah hadits-hadits yang umum dikutip oleh kaum muslimin dan dijadikan
rujukan. Kami mengucap Alhamdulillah dan kami memohon ampun kepada Allah
Ta’ala jika terdapat kekurangan dan kesalahan. Yang benar datangnya
dari Allah, yang salah murni karena kedha’ifan kami.
Taqabballaahu minna wa minkum, shiyaamanaa wa shiyaamakum.
Allaahu a’lam.
Footnotes :
[1]
Cacat pada hadits ini datang dari Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dalam Al-’Ilal
Al-Kabiir disebutkan bahwa Imam At-Tirmidziy bertanya kepada Imam
Al-Bukhaariy mengenai hadits ini. Maka Imam Al-Bukhaariy berkata :
غلط أبو بكر بن عياش في هذا الحديث
“Abu Bakr bin ‘Ayyaasy telah keliru dalam hadits ini.”
Kemudian Imam Al-Bukhaariy berkata :
حدثنا الحسن بن الربيع، حدثنا ابو الأحوص، عن الأعمش، عن مجاهد قال: إذا كان رمضان صفدت الشياطين
قال: وهذا أصح عندي من حديث أبي بكر
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Ar-Rabii’, telah
menceritakan kepada kami Abul Ahwash, dari Al-A’masy, dari Mujaahid, ia
berkata, “Jika telah datang bulan Ramadhan maka setan-setan akan
diikat.”
(Al-Bukhaariy) berkata, “Dan inilah yang shahih menurutku dari hadits Abu Bakr.” [Al-'Ilal At-Tirmidziy hal. 111]
[2] Al-Haafizh Al-Mundziriy rahimahullah berkata :
فيه أبو قلابة عن أبي هريرة ولم يسمع منه
Didalamnya ada Abu Qilaabah dari Abu Hurairah, dan ia tidak mendengar darinya. [At-Targhiib wa At-Tarhiib 2/117]
[3]
Dha’if karena sebab An-Nadhr bin Syaibaan. Dia adalah An-Nadhr bin
Syaibaan Al-Huddaaniy Al-Bashriy. Ibnu Ma’iin berkata “haditsnya tidak
ada apa-apanya”, Ibnu Khiraasy berkata “tidak dikenal kecuali dengan
hadits Abu Salamah, yakni hadits pada bulan Ramadhan”, Ibnu Hajar
berkata “layyinul hadiits”. [Al-Jarh wa At-Ta'diil 8/476, Al-Mughniy fiy Adh-Dhu'afaa' no. 6635; Miizaanul I'tidaal 7/29; Taqriibut Tahdziib no. 7186]
[4] Hadits ini lebih tepatnya adalah dha’if. Diriwayatkan pula oleh Ibnul Mubaarak (Musnad no. 96); Al-Haakim (Al-Mustadrak 1/554); Nu’aim bin Hammaad (Az-Zuhd no. 385); Al-Marwaziy (Mukhtashar Qiyaamul Lail 1/46); Al-Baghawiy (Ma’aalimut Tanziil no. 84); Al-Baihaqiy (Syu’abul Iimaan no. 1994); Abu Nu’aim Al-Ashbahaaniy (Hilyatul Auliyaa’ 8/161); Adz-Dzahabiy (Mu’jam Asy-Syuyuukh Al-Kabiir 1/47), semuanya dari jalan Huyay bin ‘Abdillaah,
dari Abu ‘Abdurrahman Al-Hubuliy, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Aash,
dengan kata lain tafarrudnya Huyay bin ‘Abdillaah dalam hadits ini.
Huyay bin ‘Abdillaah bin Syuraih Al-Ma’aafiriy Al-Hubuliy, Abu ‘Abdillaah Al-Mishriy.
Ahmad berkata “hadits-haditsnya diingkari”, Ibnu Ma’iin berkata “tidak
ada yang salah dengannya”, Al-Bukhaariy berkata “fiihi nazhar” (dan di
sisi Al-Bukhaariy, perkataan ini menunjukkan kedha’ifan seorang perawi),
dalam riwayat lain ia berkata “laisa bil qawiy”, demikian pula
An-Nasaa’iy, Ibnu ‘Adiy berkata “aku berharap tidak mengapa dengannya,
jika orang yang tsiqah meriwayatkan darinya”, Adz-Dzahabiy menyetujuinya
dan dalam Ad-Diiwaan ia berkata “hasanul hadiits”, Ibnu Hajar berkata
“shaduuq yahimu”, Syu’aib Al-Arna’uuth dan Basyaar ‘Awwaad berkata
“dha’if, memerlukan penguat”, dan inilah pendapat yang rajih mengenai
Huyay, insya Allah. [Tahdziibul Kamaal no.
1585; Miizaanul I'tidaal 2/401; Al-Jarh wa At-Ta'diil 3/271; Tahdziibut
Tahdziib no. 2140; Taqriibut Tahdziib no. 1615; Adh-Dhu'afaa'
Al-'Uqailiy 1/342; Adh-Dhu'afaa' Ash-Shaghiir hal. 171; Diiwaan
Adh-Dhu'afaa' no. 1195; Tahriirut Taqriib 1/337]
[5] Paman
Al-Haarits bin ‘Abdurrahman bernama Al-Haarits bin Sa’d bin Abu Dzubaab
Ad-Dausiy Al-Hijaaziy, putra pamannya Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-. Biografinya ada pada Taariikhul Kabiir 2/269, Al-Jarh wa At-Ta’diil 3/75 dan Ats-Tsiqaat 4/129, dengan tanpa ta’dil maupun jarh dan disebutkan bahwa yang meriwayatkan darinya adalah Yaziid bin Hurmuz.
[6]
Dha’if karena keterputusan antara Yahyaa bin Abi Katsiir dengan Abu
Rifaa’ah. Yahyaa bin Abi Katsiir Ath-Thaa’iy, Abu Nashr Al-Yamaamiy.
Seorang yang tsiqah tsabat namun melakukan tadliis dan irsaal, dan tidak
diketahui ia mempunyai periwayatan dari Abu Rifaa’ah. Oleh Al-Haafizh
Ibnu Hajar, ia dimasukkan dalam mudallis thabaqah kedua. [Taqriibut Tahdziib no. 7632; Thabaqaat Al-Mudallisiin no. 63]
Mengenai Abu Rifaa’ah sendiri, Al-Haafizh Al-Haitsamiy berkata :
فيه أبو رفاعة ولم أجد من وثقه ولا جرحه وبقية رجاله رجال الصحيح
Didalamnya ada Abu Rifaa’ah dan aku tidak menemukan mereka yang
mentsiqahkan dan tidak juga yang menjarhnya, para perawi sisanya adalah
para perawi Ash-Shahiih. [Majma' Az-Zawaa'id 3/153]
[7]
Hadits ini menunjukkan dalil yang kuat dan tegas bahwasanya shalat
tarawih berjama’ah di masjid adalah sesuatu yang masyru’ dalam sunnah
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, dan ia bukanlah bid’ah seperti
yang kerapkali disangka sebagian orang bahwa shalat tarawih adalah
bid’ah hasanah yang dibuat ‘Umar bin Al-Khaththaab -radhiyallahu ‘anhu-.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dahulu meninggalkannya karena
beliau khawatir hal itu akan diwajibkan atas umatnya dan umatnya tidak
mampu melaksanakannya, dan setelah beliau wafat, maka menjadi tsabit
(tetap) akan kesunnahan shalat tarawih berjama’ah di masjid. Lalu pada
zaman khalifah ‘Umar, ‘Umar -radhiyallahu ‘anhu- melihat orang-orang
melaksanakan shalat tarawih secara sendiri-sendiri dan berpencar-pencar,
maka beliau berinisiatif mengumpulkan mereka di satu tempat yaitu di
masjid lalu meminta ‘Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu mengimami mereka,
‘Umar berkata, “sebaik-baik bid’ah adalah ini,” yakni yang beliau maksud
adalah shalat tarawih berjama’ah. Maka bid’ah yang beliau katakan
disini bukanlah bid’ah secara syari’at melainkan hanya bid’ah secara
konteks bahasa/penyebutan bahwa shalat tarawih berjama’ah di masjid
tersebut adalah sesuatu yang baru pada zaman beliau karena pada zaman
Abu Bakr Ash-Shiddiiq -radhiyallahu ‘anhu-, orang-orang melaksanakannya
secara sendiri-sendiri, namun ‘Umar tahu bahwa shalat tarawih berjama’ah
itu sendiri pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam kemudian beliau meninggalkannya.
Oleh karena itu sangat tidak tepat jika
perkataan ‘Umar dijadikan dalil untuk membuat-buat bentuk-bentuk ibadah
yang baru dalam agama ini yang sama sekali tidak ada dasarnya dari
hukum-hukum syari’at dengan alasan yang penting ia (bid’ah tersebut)
baik, lalu dilegalkanlah bid’ah hasanah dengan segala bentuk kreasi
ibadah yang Allah dan RasulNya sama sekali tidak pernah
mensyari’atkannya. Allaahul Musta’an.
[8] Didalam sanadnya ada Abu Mudillah.
Al-Imam Ibnu Hibbaan berkata bahwa dia adalah maulaa Ummul Mu’minin
‘Aaisyah, namanya ‘Ubaidullaah bin ‘Abdullaah Al-Madaniy, sedangkan
Al-Haafizh Ibnu Hajar berkata namanya adalah ‘Abdullaah, saudara Abul
Hubaab Sa’iid bin Yasaar. ‘Aliy bin Al-Madiiniy berkata “tidak dikenal,
namanya majhuul, tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Abu
Mujaahid”, dihasankan haditsnya oleh Imam At-Tirmidziy, tautsiq juga
datang dari Imam Ibnu Maajah dan Imam Ibnu Hibbaan. Al-Haafizh Ibnu
Hajar berkata “maqbuul”, Syaikh Syu’aib Al-Arna’uuth dan Dr. Basyaar
‘Awwaad berkata “shaduuq hasanul hadiits”, dan Syaikh Al-Albaaniy
berkata “tabi’in majhuul”. [Tahdziibul
Kamaal no. 7611; Tahdziibut Tahdziib no. 12033; Taqriibut Tahdziib no.
8349; Tahriirut Taqriib 4/268; Silsilatu Ash-Shahiihah no. 1797]
(http://muhandisun.wordpress.com/2013/07/04/hadits-hadits-shahih-seputar-bulan-dan-shaum-ramadhan/)